Rabu, 23 November 2011

8 Cara Mengembangkan Otak Kanan

Pernahkah kita (bahkan sering) tidak percaya diri bahwa kita KREATIF? Itu hanyalah anggapan yang justru menenggelamkan kepercayaan diri kita untuk bertindak kreatif!  Berpikir dan bertindak kreatif adalah suatu upaya untuk menggunakan otak kanan (hemispher otak sebelah kanan) secara lebih aktif. Selama ini, kebanyakan orang hanya menggunakan otak kiri-nya yang berkaitan dengan bahasa, logika, dan simbol simbol dan diarahkan pada pemikiran linear dan vertical (dari satu kesimpulan logis ke kesimpulan logis lainnya).

Secara lebih seimbang, otak kanan yang berkaitan dengan fungsi-fungsi emosi, intuitif, dan spasial serta bekerja berdasarkan kaleidoskop dan berpikir lateral (mempertimbangkan masalah dari semua sisi dan sampai pada hal yang berbeda) merupakan bagian otak yang berperan penting dalam kreatifitas.

Otak kanan akan menghasilkan pemikiran-pemikiran yang tidak konvensional, tidak sistematis, dan tidak terstruktur. Hal ini tidak berarti hasil pemikiran otak kanan merupakan sesuatu yang sembarangan, namun hasil pemikiran otak kanan berkaitan dengan sesuatu yang baru, yang tidak biasa, dan berbeda dari apa yang ada sebelumnya.
Berikut 8 cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan otak kanan:
  1. Selalu bertanya; “Apakah ada cara lain..??” “Dengan begitu, otak kita dipacu untuk mencari alternative-alternatif terbaik!”
  2. Menentang kebiasaan, rutinitas, dan tradisi. “nih dia gan,, wajar aja seorang entrepreneur pasti punya latar belakang yang tidak biasa dan menentang tradisi!”
  3. Memainkan permainan - permainan mental, berusaha melihat masalah dari berbagai sudut pandang. Ayo gan main rubik! Ngelatih otak n emosi banget tuh!”
  4. Menyadari bahwa ada lebih dari 1 jawaban yang benar. “Ini gak boleh dilakukan bagi anak SMA yang sedang ujian pilihan ganda! Karena hanya; PILIHLAH SATU JAWABAN YANG BENAR!”
  5. Melihat masalah sebagai batu loncatan untuk menemukan ide-ide baru. “Kalau dapet masalahnya terlalu banayak dan berat, berarti sedang di Uji sama yang DI ATAS! Mending segera tobat n banyak berdo’a deh.. hehe”
  6. Melihat kesalahan dan kegagalan sebagai sarana untuk memperoleh keberhasilan. “Jangan dikit - dikit ngeluuuuuuuuh aja kerjaanya! Gak guna!”
  7. Menghubungkan ide-ide yang tidak berhubungan untuk menemukan solusi yang baru dan inovatif. “Jangankan menghubungkan ide, ber-ide aja susah.. yang ada juga copas ide!” 
  8. Memiliki “keteramplian helicopter” yaitu melihat dari atas dan menyeluruh terhadap berbagai hal rutin yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan kemudian mengambil keputusan yang sesuai dengan masalah yang dihadapi.
sumber: kaskus.us

8 Cara Agar Tubuh Lebih Tinggi


Cara ini membuat tinggi tubuh bertambah 5-10 sentimeter secara alami hingga usia 30 tahun.
Banyak referensi mengatakan pertumbuhan tubuh wanita terhenti di usia 18-21 tahun. Tapi tenang, Anda masih memiliki kesempatan menambah tinggi badan di atas usia itu. Caranya, kombinasikan asupan makanan, latihan fisik, dan tidur teratur hingga usia 30 tahun.
Gaya hidup sehat hingga selepas masa remaja, masih memungkinkan seseorang tumbuh paling sedikit 2-4 inci atau 5-10 sentimeter secara alami.
Ada beberapa latihan yang bisa dilakukan untuk memaksimalkan tinggi badan. Lakukan latihan berikut untuk mendorong pertumbuhan, memperpanjang tulang belakang, meningkatkan fleksibilitas dan memperkuat otot-otot perut:

1. Lari cepat jarak pendek (sprint)
Latihan ini bermanfaat meningkatkan pelepasan hormon pertumbuhan. Penekanan pada otot kaki selama latihan berdampak pada pemanjangan tulang dan otot.
Tetapi jangan terlalu sering melakukannya karena dapat menyebabkan pembengkakan pada otot dan tendon. Sprint dianjurkan pada permukaan alami seperti lantai atau rumput, bukan beton.

2. Menendang
Berdiri dengan kaki lebar dan angkat satu kaki kemudian lakukan tendangan. Ulangi minimal 20 tendangan pada satu kaki dan kemudian beralih ke kaki yang lain. Lakukan latihan ini selama 20 kali, karena dapat memperpanjang tulang kering dan paha.

3. Lompat
Berdirilah di depan bangku atau tangga setinggi kaki. Untuk memulai, lompat dengan satu kaki dalam sepuluh hitungan. Lalu, ulangi dengan kaki lain. Lakukan gerakan melompat hingga tiga kali. Anda bisa beristirahat di sela latihan.

4. Bersepeda
Gerakan mengayuh sepeda membuat jari kaki terus mencapai pedal. Ini merupakan peregangan yang bisa membuat kaki lebih panjang. Lakukanlah selama sekitar 10-15 menit. Anda juga dapat menggunakan sepeda statis atau stationary cycle.

5. Berenang
Olahraga satu ini memang sangat efektif untuk membuat tubuh fit dan lebih fleksibel. Lakukan renang gaya dada dan lakukan minimal 20 menit.

6. Lompat tali
Latihan ini sangat menyenangkan, apalagi jika Anda sambil mendengarkan musik menghentak. Lakukan sebanyak 300 kali setiap hari.

7. Berayun
Gunakan penahan atau ambang pintu yang tinggi. Anda dapat membelinya di toko peralatan olahraga. Awali posisi dengan berdiri lalu biarkan tubuh berayun. Posisi kaki bisa lurus atau ditekuk, buatlah tubuh senyaman mungkin. Lakukan gerakan ini setidaknya 10 kali dalam sehari.

8. Free Hand
Berdirilah tegak dalam ruangan yang luas dan tarik napas dalam-dalam. Angkat tangan letakan di tingkat bahu, lalu dorong tangan sejauh mungkin dan lepaskan napas. Ulangi 8 -10 kali.
Tarik napas dan kembali memosisikan tangan. Lalu, angkat tumit sambil berdiri jinjit, hembuskan napas, ulangi 80-10 kali. Tarik napas dan angkat lengan terentang di atas kepala. Lalu ayunkan ke dalam dengan arah melingkar dan buang napas. Ulangi 80-10 kali.
Pilih latihan yang paling cocok untuk Anda. Tapi harus dilakukan ecara teratur dan konsisten. Cobalah untuk memiliki waktu teratur untuk latihan Anda sehingga Anda dapat merasakan efeknya.


sumber : terselubung.blogspot

Pentingnya Penerapan Mutu Terpadu Di Rumah Sakit Milik Pemerintah Di Era Globalisasi

Gelombang globalisasi telah menciptakan tantangan bagi rumah sakit yang semakin besar, yaitu kompetisi (competition) yang semakin ketat dan pelanggan (customer) yang semakin selektif dan berpengetahuan. Tantangan seperti ini menghadapkan para pelaku pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit baik pihak pemerintah maupun swasta pada dua pilihan, yaitu masuk dalam arena kompetisi dengan melakukan perubahan dan perbaikan atau keluar arena kompetisi tanpa dibebani perubahan dan perbaikan. Oleh karena itu diperlukan alternatif strategi bersaing yang tepat agar perusahaan mampu bersaing dengan kompetitor lainnya. Kondisi lingkungan usaha demikian akan membawa organisasi rumah sakit kepada suatu kenyataan bahwa kualitas dan mutu menjadi suatu keharusan agar perusahaan tetap sukses, baik ditingkat operasional, manajerial maupun strategi.

Strategi bersaing yang dapat ditempuh diantaranya adalah meningkatkan kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction) dan mengembangkan pelayanan yang ditawarkan dengan melihat tiga komponen penting dalam organisasi yang perlu menjadi perhatian  yaitu produktivitas, efisiensi dan mutu. Manajemen mutu akan meningkatkan fungsi ketiga komponen yaitu dengan penerapan mutu terpadu dan sinergis. Hal ini disebabkan karena setiap konsumen atau pelanggan selalu mengharapkan agar mendapatkan service yang optimal serta memperoleh pelayanan jasa seperti yang mereka inginkan, selain itu para pelaku kesehatan baik tenaga kesehatan maupun tenaga yang berada dirumah sakit mengharapkan kenyamanan dalam bekerja dan imbalan yang diharapkan. Hal semacam ini bila tidak direspons dengan cepat dan baik oleh pihak pengelola atau penyedia jasa, akan mengakibatkan turunnya minat dari konsumen atau pelanggan untuk datang dan menggunakan jasa yang ditawarkan serta turunnya produktivitas kerja bagi tenaga kerja rumah sakit.

Pentingnya penerapan mutu terpadu di rumah sakit milik pemerintah di era globalisasi merupakan kewajiban bagi pemerintah selaku pihak pengelola dan penanggungjawab. Hal ini dikarenakan rumah sakit pemerintah merupakan pusat pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat yang sebagian besar pelanggannya adalah masyarakat menengah kebawah yang wajib dilayani dan pelanggan lainnya dengan optimal . Sehingga diperlukan perbaikan mutu pelayanan terpadu yang sinergis dan berkelanjutan agar tidak mengecewakan dan ditinggalkan oleh pelanggan (internal, eksternal, intermediate) serta bisa bersaing dengan rumah sakit lain baik rumah sakit pemerintah maupun rumah sakit swasta. Karena biasanya kualitas yang baik akan diikuti oleh loyalitas pelanggan akan produk yang bersangkutan.

Penerapan mutu terpadu di rumah sakit milik pemerintah di era globalisasi sangat penting untuk dilakukan karena dalam dunia jasa, kepuasan merupakan kewajiban yang harus optimal dan memiliki inovasi serta kreasi yang berkelanjutan. Kepuasan kepada pemilik, karyawan atau tenaga kerja, masyarakat sekitar dan terutama pelanggan (customer). Era globalisasi juga menciptakan masyarakat yang berpengetahuan dan lebih selektif dalam mencari pelayanan kesehatan. Sehingga menciptakan persaingan yang ketat untuk mencapai kepuasan dengan peningkatan kualitas dan penerapan mutu terpadu agar tidak ditinggalkan oleh pelanggan atau bahkan kebangkrutan.

Penerapan mutu terpadu adalah penerapan mutu dengan pendekatan manajemen pada suatu organisasi, berfokus pada kualitas dan didasarkan atas partisipasi dari keseluruhan sumber daya manusia dan ditujukan pada kesuksesan jangka panjang atau berkelanjutan melalui kepuasan pelanggan (internal, eksternal, intermediate) dan sesuai standar (Dalam bidang kesehatan medis, keperawatan, profesi lain dan non-medis) bukan hanya sekedar “slogan” serta memberikan manfaat pada anggota organisasi (sumber daya manusianya) dan masyarakat. Penerapan mutu terpadu dirumah sakit milik pemerintah di era globalisasi dapat dilakukan dengan pendekatan berorientasi pelanggan yang memperkenalkan perubahan manajemen keseluruhan yang sistematik dan perbaikan terus menerus terhadap proses, produk, dan pelayanan.

Ada empat prinsip utama dalam manajemen mutu terpadu yaitu kepuasan pelanggan, penghargaan terhadap setiap orang, manajemen berdasarkan fakta dan perbaikan berkesinambungan yang semuanya saling memberikan pengaruh positif pada organisasi.

Proses Penerapan mutu terpadu harus memiliki input yang spesifik  yaitu keinginan, kebutuhan, dan harapan pelanggan serta sumberdaya rumah sakit. Kemudian mentransformasi memproses input dalam organisasi untuk memproduksi dan pengembangan barang atau jasa dengan perbaikan mutu pelayanan dari kepemimpinan, sumberdaya manusia dirumah sakit, pendidikan dan pelatihan, pelayanan manajemen dan sebagainya secara terus menerus. Sehingga pada gilirannya memberikan kepuasan kepada pelanggan (output) dan sumberdaya rumah sakit.

Penerapan manajemen mutu terpadu dampaknya yaitu peningkatan hasil guna asset, efektivitas dan efisiensi biaya, penambahan margin dan meningkatkan keunggulan mutu (jasa, organisasi) sehingga meningkatkan kemampuan meraih dan berkembangnya pangsa pasar. Hasil akhirnya adalah perolehan keuntungan baik yang berupa uang (profit) maupun bukan berupa uang yaitu kepuasan (satisfaction). Profit dan satisfaction merupakan sasaran antara sebelum tercapai sasaran akhir yaitu kepuasan para pelaku organisasi (stakeholders).

Sumber : karyawijayabbs.student 

Persamaan antara Kode etika Jurnalistik Dan Kode Etik Humas

PERSAMAAN ANTARA KODE ETIK JURNALISTIK
DAN KODE ETIK HUMAS


No.
Kode Etik Jurnalistik
Kode Etik Humas
1.
Kode Etik Jurnalistik, Pasal 4 disebutkan bahwa wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Kode Etik Perhumasan Indonesia, Pasal 3 mengenai Perilaku Terhadap Masyarakat dan Media Massa, poin C disebutkan anggota Perhumas harus tidak menyebarluaskan informasi yang tidak benar atau yang menyesatkan sehingga dapat menodai profesi kehumasan.
Persamaan: Pada Kode Etik Jurnalistik Pasal 4 disebutkan poin dimana wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. Kode Etik Humas juga menyebutkan anggota Perhumas tidak boleh menyebarkan berita yang tidak benar. Setiap berita harus dapat diselidiki dahulu kebenarannya agar tidak menjadi berita yang dapat membohongi masyarakat/publik dan hal tersebut secara otomatis akan dapat merusak nama baik organisasi dan kehumasan itu sendiri, karena profesinya mempunyai kaitan yang erat dengan masyarakat, sehingga tindakannya akan menjadi penilaian masyarakat dan akan mempengaruhi penilaian masyarakat secara keseluruhan kepada profesinya.  Sehingga baik dalam Kode Etik Jurnalistik maupun Kode Etik Perhumasan Indonesia terdapat kesamaan, dimana baik seorang jurnalis maupun PR tidak boleh memberikan suatu kebohongan atas suatu informasi.
No.
Kode Etik Jurnalistik
Kode Etik Humas
2.
Kode Etik Jurnalistik, Pasal 4 disebutkan bahwa wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Kode Etik Profesi Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia (APRI), Pasal 13 mengenai Mencemarkan Anggota-anggota Lain, disebutkan bahwa seorang anggota tidak akan dengan itikad buruk mencemarkan nama baik atau praktik profesional lainnya.
Persamaan: Pada Kode Etik Jurnalistik Pasal 4 disebutkan poin dimana wartawan Indonesia tidak membuat fitnah. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk. Sedangkan pada Kode Etik Profesi APRI disebutkan anggota tidak oleh dengan itikad buruk mencemarkan nama baik atau praktik profesional lainnya. Fitnah dan mencemarkan nama baik merupakan hal yang hampir sama, karena jika seseorang difitnah maka nama baiknya juga akan tercemar, padahal mungkin orang tersebut tidak berbuat seperti yang dituduhkan kepadanya. Sehingga sangat jelas terlihat terdapat kesamaan diantara kedua aturan ini. Bidang jurnalistik maupun humas sangat menjunjung tinggi keprofesionalan dalam bekerja, dan tidak diizinkan bagi anggotanya (jurnalis dan humas) untuk mencoreng nama baik kedua profesi ini dengan membuat fitnah ataupun mencemarkan nama baik orang/organisasi lain dengan suatu kebohongan.
No.
Kode Etik Jurnalistik
Kode Etik Humas
3.
Kode Etik Jurnalistik, Pasal 6 menyebutkan bahwa wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Kode Etik Profesi Asosiasi Perusahaan Pubic Relations Indonesia (APRI), Pasal 7 mengenai Informasi Rahasia disebutkan bahwa seorang anggota (kecuali bila diperintahkan oleh aparat hukum yang berwenang) tidak akan menyampaikan atau memanfaatkan informasi yang dipercayakan kepadanya, atau yang diperolehnya, secara pribadi, dan atas dasar kepercayaan, atau yang bersifat rahasia, dari kliennya, baik di masa lalu, kini atau masa depan, demi untuk memperoleh keuntungan pribadi atau untuk kepentingan lain tanpa persetujuan yang jelas dari yang bersangkutan.
Persamaan: Pada Kode Etik Jurnalistik Pasal 6 disebutkan poin dimana wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum. Kode Etik Profesi APRI jaga menyebutkan anggota tidak akan menyampaikan atau memanfaatkan informasi yang dipercayakan kepadanya, atau yang diperolehnya secara pribadi. Terdapat kesamaan pada kedua kode etik diatas, yang menyatakan anggotanya tidak boleh memanfaatkan informasi yang belum diketahui oleh masyarakat/publik secara pribadi dan mengambil keuntungan dari informasi tersebut.
No.
Kode Etik Jurnalistik
Kode Etik Humas
4.
Kode Etik Jurnalistik, Pasal 1 disebutkan bahwa wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Kode Etik Profesi Asosiasi Perusahaan Pubic Relations Indonesia (APRI), Pasal 6 mengenai Pertentangan Kepentingan disebutkan bahwa seorang anggota tidak akan mewakili kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan atau saling bersaing, tanpa persetujuan yang jelas dari pihak-pihak yang bersangkutan, dengan terlebih dahulu mengemukakan fakta-fakta yang terkait.
Persamaan: Pada Kode Etik Jurnalistik Pasal 1 disebutkan poin dimana wartawan Indonesia bersikap independen. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers. Dalam Kode Etik Profesi APRI menyebutkan bahwa seorang anggota tidak diperkenankan mewakili kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan atau saling bersaing. Sehingga terdapat kesamaan mengenai independensi dari seorang jurnalis maupun seorang PR. Baik jurnalis maupun PR bekerja untuk hati nurani dan masyarakat/publik, sehingga mereka harus bisa menjaga keprofesionalan dengan tidak memihak salah satu pihak yang sedang bertentangan dan membuat informasi yang dihasilkan menjadi tidak objektif, dan akan membuat mental model yang salah dari masyarakat/publik mengenai masalah yang terjadi.
No.
Kode Etik Jurnalistik
Kode Etik Humas
5.
Kode Etik Jurnalistik, Pasal 2 menyebutkan wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Kode Etik Profesi Asosiasi Perusahaan Pubic Relations Indonesia (APRI), Pasal 11 mengenai Imbalan Kepada Karyawan Kantor-kantor Umum dikatakan bahwa seorang anggota tidak akan menawarkan atau memberikan imbalan apapun, dengan tujuan untuk memajukan kepentingan pribadinya (atau kepentingan klien), kepada orang yang menduduki suatu jabatan umum, apabila hal tersebut tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat luas.
Persamaan: Pada Kode Etik Jurnalistik Pasal 2 terdapat beberapa penjabaran, salah satunya adalah tidak menyuap. Kode Etik Profesi APRI pun dengan jelas melarang anggotanya untuk menawarkan apalagi memberikan imbalan dalam bentuk apapun untuk kepentingan pribadi/klien bila hal tersebut tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat luas. Kedua kode etik ini jelas melarang anggotanya untuk berbuat sesuatu yang melanggar norma-norma yang ada dimasyarakat, salah satunya kejujuran yang sangat bertentangan dengan suap menyuap, karena dengan melakukan suap kita tidak hanya melakukan perbuatan tidak jujur tapi juga perbuatan yang melanggar hukum. Sehingga terdapat persamaan pada dua aturan ini yang tidak memperbolehkan anggotanya untuk memberikan suap, walaupun untuk kepentingan klien sekalipun, jika hal tersebut tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat/publik.
No.
Kode Etik Jurnalistik
Kode Etik Humas
6.
Kode Etik Jurnalistik, Pasal 3 tertulis wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Kode Etik Profesi Asosiasi Perusahaan Pubic Relations Indonesia (APRI), Pasal 2 mengenai Penyebarluasan Informasi ditulis bahwa seorang anggota tidak akan menyebarluaskan, secara sengaja dan tidak bertanggungjawab, informasi yang palsu atau yang menyesatkan, dan sebaliknya justru akan berusaha sekeras mungkin untuk mencegah terjadinya hal tersebut. Ia berkewajiban menjaga integritas dan ketepatan informasi.
Persamaan: Pada Kode Etik Jurnalistik Pasal 3 ditulis wartawan Indonesia selalu menguji informasi yang berarti melakukan check dan recheck tentang kebenaran suatu informasi, sedangkan pada Kode Etik Profesi APRI disebutkan seorang anggota berkewajiban menjaga integritas dan ketepatan suatu informasi. Kebenaran dari suatu informasi merupakan hal yang vital bagi pekerjaan jurnalis maupun PR, karena informasi yang mereka dapatkan akan disampaikan pada masyarakat/publik, sehingga menjaga integritas atau ketepatan informasi dengan melaksanakan check dan recheck merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Disini, secara tersirat terdapat kesamaan diantara kedua pasal tersebut, karena baik anggota jurnalis maupun seorang PR harus menjamin kebenaran mengenai sebuah informasi sebelum informasi tersebut disampaikan pada masyarakat/publik, untuk mencegah terjadinya kebohongan publik.
No.
Kode Etik Jurnalistik
Kode Etik Humas
7.
Kode Etik Jurnalistik, Pasal 6 menyatakan bahwa wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Kode Tingkah Laku Profesional Institut Public Relations (IPR) nomer 7 mengenai Sumber Pembayaran menyatakan bahwa seorang anggota, selama menunaikan tugas profesionalnya terhadap majikan atau klien hendaknya tidak menerima pembayaran dalam bentuk uang tunai atau sejenisnya dalam kaitan pelayanan tersebut dari sumber apapun tanpa izin majikan atau klien.
Persamaan: Pada Kode Etik Jurnalistik Pasal 6 tertulis bahwa wartawan Indonesia tidak menerima suap. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi, sehingga peristiwa yang diberitakan tidak sesuai lagi dengan hati nurani karena ada unsur campur tangan atau intervensi dari pihak lain dalam bentuk suap. Dalam Kode Tingkah Laku Profesional IPR juga disebutkan bahwa seorang anggota hendaknya tidak menerima pembayaran tanpa izin majikan atau klien. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat persamaan antara kedua aturan yang menjunjung tinggi nilai kejujuran dan tidak bertoleransi pada perbuatan curang seperti menerima suap.
No.
Kode Etik Jurnalistik
Kode Etik Humas
8.
Kode Etik Jurnalistik, Pasal 7 disebutkan bahwa wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannnya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan. Kode Etik Kehumasan Indonesia (Perhumas) Pasal 2 mengenai Perilaku Terhadap Klien atau Atasan, pada poin C disebutkan anggota Perhumas harus menjamin rahasia serta kepercayaan yang diberikan oleh klien atau atasan maupun yang pernah diberikan oleh mantan klien atau atasan.
Persamaan: Pada Kode Etik Jurnalistik Pasal 7 disebutkan bahwa wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannnya. Hak tolak berarti hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya. Dalam Kode Etik Kehumasan Indonesia (Perhumas) Pasal 2 juga dijabarkan mengenai penjaminan kerahasiaan serta kepercayaan yang diberikan kepada seorang PR. Disini terdapat persamaan pada kedua pasal tersebut yang memberikan hak pada seorang jurnalis dan PR untuk menjaga kerahasiaan dan kepercayaan yang diberikan narasumber/klien/atasan/mantan klien atau atasan.
No.
Kode Etik Jurnalistik
Kode Etik Humas
9.
Kode Etik Jurnalistik, Pasal 2 menyebutkan wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Kode Tingkah Laku Profesional International Public Relations Association (IPRA) poin C nomer 3 menyatakan bahwa seorang anggota hendaknya tidak menyebarkan dengan sengaja informasi palsu atau menyesatkan.
Persamaan: Pada Kode Etik Jurnalistik Pasal 2 disebutkan wartawan Indonesia menempuh cara yang profesional dalam melaksanakan tugas. Dalam penjabarannya, salah satu poin dalam cara profesional yang dimaksud adalah menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya. Di dalam Kode Tingkah Laku Profesional IPRA juga menyatakan anggota tidak boleh menyebarkan berita palsu. Berita faktual adalah berita yang menyajikan kejadian yang benar-benar terjadi (fakta), dan tidak boleh menyebarkan berita palsu berarti harus bisa menyajikan informasi yang sebenarnya terjadi (fakta). Sehingga terdapat kesamaan dalam kedua aturan ini. Baik jurnalis maupun PR harus mengungkapkan yang sebenarnya terjadi, bukan rekayasa, karena kembali lagi jika seorang jurnalis atau PR tidak menyajikan berita/informasi yang sebenarnya maka hal tersebut akan menjadi kebohongan publik.
No.
Kode Etik Jurnalistik
Kode Etik Humas
10.
Kode Etik Jurnalistik, Pasal 1 menyatakan bahwa wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Kode Tingkah Laku Profesional International Public Relations Association (IPRA) poin C nomer 4 menyatakan bahwa seorang anggota hendaknya disetiap waktu berusaha memberikan gambaran yang seimbang dan terpercaya terhadap organisasi yang dilayaninya.
Pada Kode Etik Jurnalistik Pasal 1 ditulis bahwa wartawan Indonesia harus berimbang. Yang dimaksud berimbang adalah semua pihak mendapatkan kesempatan yang setara. Kesempatan yang setara dapat diartikan bahwa seorang jurnalis harus memandang suatu masalah bukan hanya dari satu sisi, akan tetapi harus dilihat pula sisi-sisi yang lain, dan semua sisi harus diberikan kesempatan yang sama untuk mengungkapkan pendapatnya. Kode Tingkah Laku Profesional IPRA juga tertulis bahwa seorang anggota harus memberikan gambaran yang seimbang terhadap organisasi yang dilayani. Terdapat kesamaan dalam kedua kode etik diatas yang memegang teguh arti dari keseimbangan, karena keseimbangan adalah kunci untuk mendapatkan kepercayaan dari narasumber/klien.
No.
Kode Etik Jurnalistik
Kode Etik Humas
11.
Kode Etik Jurnalistik, Pasal 2 menyebutkan wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Kode Tingkah Laku Profesional Institut Public Relations (IPR) nomer 11 mengenai Hadiah Kepada Pemegang Jabatan Pemerintah menyatakan bahwa seorang anggota hendaknya tidak, dengan maksud untuk memajukan kepentingannya, atau mereka yang menjadi majikan atau kliennya, memberikan atau menawarkan hadiah apapun kepada seseorang yang memegang jabatan pemerintahan kalau tindakan itu tidak sejalan dengan kepentingan umum.
Persamaan: Pada Kode Etik Jurnalistik Pasal 2, terdapat beberapa penafsiran mengenai kata profesional, salah satunya adalah tidak menyuap, dapat diasumsikan bahwa jurnalis tidak boleh melakukan suap pada siapapun, baik orang biasa maupun orang yang berada dalam posisi pemegang jabatan. Kode Tingkah Laku Profesional IPR pun menyatakan hal yang sama agar anggotanya tidak memberikan atau menawarkan hadiah kepada seseorang yang memegang jabatan pemerintahan. Jadi kedua kode etik ini memiliki kesamaan dalam pandangannya mengenai suap menyuap.
No.
Kode Etik Jurnalistik
Kode Etik Humas
12.
Kode Etik Jurnalistik, Pasal 8 menyatakan bahwa wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani. Kode Etik Humas Public Relations Society of America (PRSA), salah satu dalam penjabarannya menyatakan bahwa setiap anggota PRSA hendaknya berusaha agar menghormati, selama tugas profesinya, prinsip-prinsip moral dan ketentuan “Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia”
Persamaan: Pada Kode Etik Jurnalistik Pasal 8 dinyatakan bahwa wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan diskriminasi. Diskriminasi berarti pembedaan perlakuan. Kode Etik Humas PRSA juga harus berpegang pada ketentuan yang terdapat di “Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia”, agar menghormati dengan semestinya dan menjunjung tinggi martabat manusia dan mengakui hak setiap pribadi. Jadi terdapat kesamaan pada kedua kode etik diatas yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, dan tidak membedakan perlakuan terhadap manusia berdasarkan SARA, jenis kelamin, bahasa, dan lain-lain.
No.
Kode Etik Jurnalistik
Kode Etik Humas
13.
Kode Etik Jurnalistik, Pasal 7 disebutkan bahwa wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannnya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan. Kode Tingkah Laku Profesional International Public Relations Association (IPRA) poin B nomer 3 menyatakan bahwa seorang anggota hendaknya menjaga kepercayaan klien atau majikan baik dulu atau sekarang.
Persamaan: Pada Kode Etik Jurnalistik, Pasal 7 disebutkan bahwa wartawan Indonesia berhak melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya. Hal ini berarti seorang jurnalis memegang kepercayaan yang diberikan oleh narasumber untuk menjaga sesuatu yang ingin dirahasiakan. Di dalam Kode Tingkah Laku Profesional IPRA pun dikatakan seorang anggota harus bisa menjaga kepercayaan yang diberikan padanya, baik dari klien/majikan dulu ataupun sekarang. Jadi, baik seorang jurnalis maupun seorang PR harus bisa memegang kepercayaan yang diberikan (baik oleh narasumber maupun dari klien/majikan). Sehingga kedua kode etik ini mempunyai persamaan dalam hal menjaga komitmen untuk terus berupaya memperoleh dan mempertahankan kepercayaan yang mereka dapatkan.
No.
Kode Etik Jurnalistik
Kode Etik Humas
14.
Kode Etik Jurnalistik, Pasal 2 disebutkan bahwa wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Kode Etik Humas Public Relations Society of America (PRSA) dalam penjabarannya terdapat poin yang menyatakan bahwa setiap anggota PRSA hendaknya menahan diri dari penyisihan kebenaran terhadap keperluan-keperluan lain.
Persamaan: Pada Kode Etik Jurnalistik Pasal 2, terdapat beberapa penafsiran mengenai kata profesional, salah satunya adalah menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya. Sedangkan pada Kode Etik Humas PRSA menyebutkan setiap anggota harus menahan diri dari penyisihan kebenaran, yang berarti seorang humas harus dapat menyatakan hal yang sebenarnya terjadi (fakta), dan tidak membuat informasi yang tidak tepat, yang berlawanan dengan kebenaran. Demikian pula dengan jurnalis, seorang jurnalis harus bisa menghasilkan berita yang sebenarnya terjadi, tanpa direkayasa sebelumnya. Sehingga, terdapat kesamaan pada kedua kode etik ini yang menyatakan seorang jurnalis/PR harus bisa melihat fakta yang terjadi dan memberitakan/menginformasikan dengan tepat sesuai dengan kenyataan.
No.
Kode Etik Jurnalistik
Kode Etik Humas
15.
Kode Etik Jurnalistik, Pasal 9 tertulis bahwa wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik. Kode Etik Perhumasan Indonesia, Pasal 4 mengenai Perilaku terhadap Sejawat, poin A disebutkan bahwa praktisi kehumasan Indonesia harus tidak dengan sengaja merusak dan mencemarkan reputasi profesional sejawatnya. Namun, bila ada sejawat yang bersalah karena melakukan tindak yang tidak etis, yang melanggar hukum, atau yang tidak jujur, termasuk melanggar kode etik kehumasan Indonesia, maka bukti-bukti wajib disampaikan pada dewan Kehormatan Perhumas.
Persamaan: Pada Kode Etik Jurnalistik Pasal 9 disebutkan bahwa wartawan Indonesia harus menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati, sedangkan kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik. Kode Etik Perhumasan Indonesia juga menyatakan anggota tidak boleh mencemarkan rekan sejawat, kecuali jika ditemukan bukti-bukti pelanggaran. Sehingga secara tersirat terdapat kesamaan, dimana baik dalam kode etik humas maupun jurnalistik, seorang anggota boleh memasuki kehidupan pribadi orang lain jika hal tersebut terkait dengan kepentingan publik.

sumber :  biasta.wordpress

Pemikiran Mengenai Manajemen Pemasaran Rumah Sakit

Dilema Iklan Sebagai Media Promosi Di Dunia Perumahsakitan
Pemasaran adalah salah satu kegiatan dalam perekonomian yang membantu dalam menciptakan nilai ekonomi. Nilai ekonomi itu sendiri menentukan harga barang dan jasa. Faktor penting dalam menciptakan nilai tersebut adalah produksi, pemasaran dan konsumsi. Pemasaran menjadi penghubung antara kegiatan produksi dan konsumsi.

Menurut Kotler (1997), pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai kepada pihak lain. Sedangkan rumah sakit sebagai salah satu penyedia pelayanan kesehatan merupakan institusi yang penting untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Sekarang ini mayoritas rumah sakit yang ada di Indonesia sudah bergeser ke arah profit oriented, hal ini disebabkan karena masuknya Indonesia ke dalam persaingan pasar bebas yang mengharuskan kita untuk merubah cara pandang terhadap rumah sakit. Saat ini tidak memungkinkan lagi jika rumah sakit hanya dipandang sebagai institusi sosial.  Dengan berjalannya waktu rumah sakit telah menjadi institusi yang bersifat sosio-ekonomis. Selain itu,  kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dimana investor baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri diberi kesempatan untuk menanamkan modalnya dalam bidang perumahsakitan, semakin memudahkan pergeseran tersebut. Sehingga tidak heran sekarang ini banyak dibangun rumah sakit baru yang memiliki pelayanan seperti hotel berbintang, teknologi baru dan canggih, serta dikelola dengan manajemen profesional yang tentunya berorientasi profit.

Semakin banyak dan meratanya rumah sakit di wilayah Indonesia yang merupakan harapan pemerintah merupakan ancaman bagi pihak rumah sakit, karena dengan semakin banyaknya bermunculan rumah sakit yang menawarkan bermacam keunggulan, baik dari segi teknologi, harga maupun pelayanan, maka rumah sakit akan menghadapi persaingan yang semakin kompetitif.

Jumlah rumah sakit yang semakin meningkat membuat setiap rumah sakit saling bersaing untuk mendapatkan pelanggan. Oleh karena itu, pemasaran rumah sakit yang baik akan dapat membantu rumah sakit untuk terus bertahan dalam persaingan dan berkembang menjadi lebih baik. Keluarnya Permenkes No. 80/Menkes/Per/II/90 yang menyatakan bahwa badan hukum termasuk perorangan diperkenankan memiliki dan mengelola rumah sakit dengan sifat profit oriented, membuat rumah sakit sadar untuk menerapkan manajemen pemasaran untuk bisa mempertahankan eksistensinya. Sehingga tidak mengherankan jika keadaan ini memaksa pihak rumah sakit, baik rumah sakit swasta maupun rumah sakit pemerintah untuk menerapkan manajemen pemasaran yang modern, dengan melaksanakan proses pemasaran yang baik, termasuk promosi yang termasuk kedalam bauran pemasaran. Artinya, rumah sakit akan melakukan berbagai upaya promosi dalam rangka menarik minat konsumen sebanyak-banyaknya.

Manajemen Pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi, serta penyaluran gagasan, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan-tujuan individu dan organisasi (Kotler, 1997).

Jika dibandingkan dengan bidang lain, usaha perumahsakitan memiliki ciri khasnya sendiri, terutama dalam tanggung jawab moral, kemanusiaan dan sosial yang diembannya. Oleh sebab itu, meski banyak yang menjadikan rumah sakit sebagai ladang bisnis, namun rumah sakit tidak bisa begitu saja melepaskan misi sosial dan kemanusiaan, dan hal tersebut menyebabkan cara-cara promosi yang umum, yang dapat diterapkan pada bidang bisnis lain tidak dapat sepenuhnya dilaksanakan di bidang perumahsakitan.

Promosi dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah iklan. Namun bolehkan rumah sakit beriklan? Selama ini pengelola rumah sakit, baik pemerintah maupun swasta berpedoman dan meyakini bahwa rumah sakit tidak boleh beriklan. Banyak alasan yang dikemukakan, antara lain akan menjadi tidak etis jika rumah sakit mengharapkan kesakitan dari pasien untuk kemudian pasien tersebut datang ke rumah sakit yang mereka kelola.

Kenyataannya rumah sakit tidak memiliki larangan untuk memasang iklan. PERSI tidak melarang rumah sakit melakukan promosi berupa iklan asalkan iklan tersebut bersifat informatif, tidak komparatif, berpijak pada dasar yang nyata, tidak berlebihan, dan berdasarkan kode etik rumah sakit Indonesia. Karena pada dasarnya kegiatan promosi dilaksanakan untuk menjaga komunikasi antara pihak rumah sakit dengan masyarakat luas.

Namun, ketika rumah sakit memutuskan untuk beriklan, rumah sakit harus benar-benar siap. Jika tidak, mereka akan berhadapan dengan undang-undang perlindungan konsumen. Seperti yang dialami oleh RS Siloam Gleneagles, Lippo Karawaci yang pernah memiliki pengalaman tidak menyenangkan saat mereka berusaha melakukan promosi di media massa. Saat pembukaan, RS Siloam berupaya untuk menarik minat pelanggan dengan memasang iklan pemberitahuan dan informasi sebanyak setengah halaman di salah satu media cetak, pada iklan tersebut dicantumkan mengenai fasilitas kesehatan dan tenaga medis yang dimiliki oleh rumah sakit tersebut. Tetapi ternyata iklan tersebut mendapat sambutan yang tidak menyenangkan dari anggota DPR karena dinilai tidak etis. Dengan adanya kejadian ini, rumah sakit lainnya pun menjadi berpikir dua kali untuk mengiklankan rumah sakit mereka karena takut akan menjadi masalah dengan anggota dewan.

Kejadian ini akan menjadi sangat ironis ketika rumah sakit di Indonesia masih ragu dan takut berpromosi, rumah sakit di negara lain justru gencar menjadikan Indonesia sebagai lahan promosi. Mereka bukan hanya memasang iklian, tetapi juga melakukan berbagai kegiatan kehumasan (public relations) untuk menarik minat masyarakat Indonesia agar mau menjadi konsumen mereka. Contohnya saja rumah sakit negara S dan M, iklan mengenai rumah sakit di kedua negara tersebut banyak diterbitkan di Indonesia, mereka tidak lagi memandang etis atau tidaknya sebuah iklan mengenai rumah sakit dimuat, bahkan ada yang menawarkan paket kesehatan sambil tur dengan biaya yang murah. Sedangkan rumah sakit kita sendiri, dengan niat yang baik untuk menginformasikan saja pada masyarakat bahwa ada rumah sakit baru yang dibangun melalui iklan ditegur dengan keras. Sehingga tidak heran, semakin banyak masyarakat Indonesia yang pergi berobat ke luar negeri karena mereka beranggapan rumah sakit di sana lebih baik daripada di negeri sendiri.

Akibat iklan yang dianggap tidak etis ini, ada pihak rumah sakit tertentu yang mengajukan protes pada pihak PERSI, dan segera ditanggapi oleh pihak PERSI dengan menemui penanggungjawab media cetak tersebut, dan pihak yang bersangkutan berjanji tidak akan mnerbitkan iklan tersebut lagi.

Tapi tetap saja, ada pihak-pihak rumah sakit yang merasa dianaktirikan oleh pemerintahnya sendiri. Jadi, akan sangat bijak jika pemerintah mulai memikirkan dengan jelas aturan yang akan menjadi panduan bagi pihak rumah sakit mengenai apa saja yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan rumah sakit dalam beriklan. Selain itu pemerintah juga harus memberikan dukungan dalam bentuk penurunan pajak dan informasi kesehatan lainnya. Hal ini akan sangat berguna jika dilakukan, karena rumah sakit Indonesia akan memiliki dukungan dari pemerintahnya sendiri dalam rangka bersaing dengan rumah sakit luar negeri yang sangat gencar dalam melakukan upaya promosi di negeri ini.

sumber : biastra.wordpress

Hospital Tanpa Hospitality

Entah bagaimana dulu awalnya, kata “hospital” begitu di Indonesia menjadi “rumah sakit”. Apa ini yang menyebabkan mayoritas rumah sakit di Indonesia memberikan pelayanan kepada pelanggannya jauh dari keramahtamahan. Jangankan senyum, memberikan pelayanan pun dengan lambat dan berbelit-belit. Terkesan mempersulit malah. Padahal semestinya, “Hospital” dapat menjadi rumah pasien kedua selain rumahnya sendiri. Pasien yang dalam masa penyembuhan tentu membutuhkan tempat yang nyaman dan aman seperti di rumah sendiri.

Beberapa kali saya menjadi “konsumen” rumah sakit, selalu saja diterima dengan penuh ketidakramahan. Dari pintu gerbang masuk rumah sakit, tempat parkir dan tempat pendaftaran. Untuk bertanya tempat klinik saja, jangankan diantar tetapi hanya dijawab dengan sekenanya tanpa melihat wajah yang bertanya. Kemudian antri dan menunggu dokter dalam waktu  yang tidak lama bahkan kadang berjam-jam. Ruang tunggu pun terkesan semrawut dan kurang bersih.

Begitu waktu periksa tiba, dokter pun tidak memberikan waktu yang cukup untuk konsultasi. Setiap ada pertanyaan yang saya ajukan, dia  hanya menjawab agar diminum saja obatnya. Entah sebenarnya dia juga tidak mengerti penyakitnya. Atau dia memang malas dan tidak menghargai hak pasien. Kadangkala sebelum ditanya apa yang dirasakan dan diderita pasien, sang dokter malah sudah menulis resepnya. Loh!

Proses berlanjut ketika harus membeli obat atau memeriksa di laboratorium untuk kepentingan diagnosa. Rasanya semua unit memberikan pelayanan dengan cara yang sama. Kaku, lambat, jutek dan mahal senyum. Belum lagi biaya pengobatan yang mahal. Ini hanya contoh pelayanan di rawat jalan. Berbeda lagi pelayanan rawat inap, bagaimana perawat memperlakukan pasien yang tidak memenuhi standar asuhan keperawatan. Duh!.

Pasien dalam keadaan lemah posisinya. Tidak mempunyai banyak pilihan. Sampai kapan “hospital” melayani tanpa “hospitality”?

sumber : hospitality.blogdetik

Selasa, 22 November 2011

Ruang Angker Di Rumah Sakit


Ada kejadian aneh di ruang perawatan intensif sebuah rumah sakit di Surabaya. Sudah seminggu ini, setiap pasien yang ditempatkan di depan jendela, selalu meninggal. Anehnya, waktu kematian mereka hampir sama, yakni pukul 24.00.

 Kejadian - kejadian itu jadi pembicaraan di kalangan perawat. Beberapa perawat percaya bahwa ruangan itu angker dan mengaitkan itu dengan cerita ghaib. Hal ini membuat sebagian perawat ketakutan.

Suasana kerja pun jadi tidak nyaman. Kabar itu di dengar oleh dokter yang kemudian meneruskannya ke direktur rumah sakit. "Kabar ini jangan sampai diketahui wartawan.. dan suruh seorang satpam selalu berjaga di depan ruanganku, jangan jauh - jauh dari aku", kata sang direktur sedikit cemas.

Direktur kemudian menggelar rapat untuk mengatasi masalah ruang angker tersebut. Kemudian, para dokter memutuskan untuk menyelidiki kejadian itu.

Maka, malam itu, semua karyawan rumah sakit dilarang tidur. Mereka harus mengawasi tempat tidur di dekat jendela itu. Semuanya tegang menunggu akankah kejadian buruk itu terulang kembali.

Lalu, seorang pasien yang baru masuk diantar ke tempat tidur "angker" tersebut. Beberapa dokter dan perawat sudah memegang benda - benda suci  sesuai dengan kepercayaannya, untuk menangkal iblis jahat perenggut nyawa pasien. Sementara itu sang pasien masih terbaring lemah disana.

Lalu, sekitar pukul 24.00, ruangan itu sangat sepi, dingin dan gelap. Suasana semakin menyeramkan karena terdengar suara lolongan anjing di kejauhan. Tiba - tiba pintu kamar terbuka pelan - pelan. Lalu masuklah sesosok bayangan lelaki besar dan langsung menyalakan lampu ruangan.

Ternyata dia adalah si Paijo, petugas keamanan yang baru dua minggu bekerja di rumah sakit itu. Paijo lalu mencabut kabel yang menancap di stop kontak. Dia lalu menancapkan charger handphone dan men-charge handphone-nya.

Padahal, kabel yang dicabut si Paijo adalah kabel alat pemacu jantung pasien !!!

 sumber : i-dus.com

RS Harus Tampil Beda!

Persaingan rumah sakit semakin ketat. Tumbuhnya rumah sakit swasta beberapa tahun belakangan ini akan memberikan dampak positif bagi penduduk Indonesia yang membutuhkan pelayanan medik yang berkualitas, mudah, cepat dan murah. Tetapi bagi pengelola rumah sakit dengan banyaknya rumah sakit baik milik Pemerintah maupun swasata terutama di kota-kota besar, tentu ini menjadi tantangan yang harus dihadapi dengan strategi bisnis yang tepat. Dan yang harus dilakukan adalah tampil beda!

Bicara pelayanan rumah sakit, hampir dipastikan jenisnya sama. Bicara produk rumah sakit merupakan produk homogen jenisnya dari pelayanan rawat jalan, rawat inap dan perawatan penunjang lainnya. Meminjam ajaran Hermawan Kertajaya, diperlukan positioning, differentating dan branding yang kuat. Sulitkah itu semua? Ternyata tidak. Rumah sakit harus tampil beda mulai dari hal-hal yang sederhana.
Banyak rumah sakit dicomplain oleh pasien dan keluarganya justru bukan karena teknis pelayanan medisnya. Tetapi justru mulai dari penampilan rumah sakit yang kumuh, kotor dan tidak terawat. Pelayanan penunjang dari tukang parkir, satpam, pelayanan pendaftaran, baru kemudian perawat dan dokternya. Disamping itu juga penampilan personal yang langsung berhadapan dengan pelanggan. Mereka terkesan lusuh, tidak rapi, bau badan, tidak gesit, tua dan tidak menari.
Disaat persaingan yang semakin ketat, apalagi saat ini  sudah mulai investor luar negeri membuka rumah sakit di Indonesia, diperlukan inovasi perubahan mindset dan sevis rumah sakit. Jika perlu pelayanan yang bersifat non medis, seperti layaknya hotel. Agar dapat tampil beda, perlu dilakukan perubahan “kecil” diantaranya :
  1. Rumah sakit bersih dan rapi. Secara fisik, usahakan desain dan rancangan rumah sakit menggunakan model mutakhir dengan ciri khas. Syukur bisa menjadi landmark suatu daerah. Kebersihan dan kerapihan rumah sakit juga terjaga. Tanpa bau sampah, aroma WC dan bersihkan dari aneka puing yang menjadikan rumah sakit terkesan semrawut.
  2. Seragam rumah sakit yang beda. Ini masalah sepele, tetapi jika bisa dilakukan perubahan akan memberikan citra yang dahsyat. Berikan seragam terhadap semua karyawan yang memberikan pelayanan langsung dari tukang parkir, satpam, perawat, dokter dan lainnya. Dan jangan satu macam atau warna sehingga bisa berganti-ganti tiap hari. Desain seragam usahan jangan monoton tetapi mengikuti trend meski harus sesuai fungsi pelayanan rumah sakit.
  3. Tingkatkan keramahan karyawan. Ini penting. Sekali lagi, begitu pasien memasuki lingkungan rumah sakit, semua karyawan harus memperlakukan pasien dan keluarganya secara manusiawi. Mereka butuh dimanusiakan dan dihargai. Sebetulnya ini yang sulit ditemui di rumah sakit. Sementara ini hal yang sangat standar di hotel. Jika dibandingkan besarnya gaji karyawam hotel dari tukang satpam sampai penerima tamu juga tak jauh beda dengan rumah sakit. Jika di hotel bisa, maka di rumah sakit pun bisa.

Sumber : hospitality.blogdetik

Basic Hospital Public Relations, Dasar-dasar Humas Rumah Sakit

White dan Wisdom (1985) dikutip oleh Brooks (1994) dalam buku “Manajemen Sumber Daya Manusia Rumah Sakit ,  menyatakan bahwa rumah sakit adalah salah satu organisasi yang memiliki manajemen paling kompleks karena di dalamnya harus dikelola hubungan interpersonal yang terkait layanan yang diberikan di satu fihak dan teknologi yang selalu berkembang di fihak lain . Hubungan interpersonal perlu dibangun guna keberhasilan manajemen atau tujuan rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan. Tentu saja hal ini diperlukan kemampuan berkomunikasi yang baik dari manajemen rumah sakit. Secara intern keberhasilan membangun hubungan interpersonal(berkomunikasi yang baik) dapat menjadi salah satu tahap atau cara penyelesaian konflik yang mungkin timbul akibat kompleksitas manajemen rumah sakit, secara ektern kemampuan membangun hubungan interpersonal mampu membangun citra  sebagai rumah sakit yang mempunyai kualitas pelayanan kesehatan yang handal dan bermutu.

      Didalam kenyataannya masalah komunikasi senantiasa muncul dalam proses organisasi ,sehingga pentingnya komunikasi dalam pencapaian tujuan organisasi sangat dirasakan termasuk Rumah Sakit sebagai suatu organisasi. Komunikasi efektif sangat menentukan kelangsungan hidup dan kesehatan setiap organisasi,Chester Benard,presiden direktur Bell Telephone Company,New Jersey (1983:91) sebagaimana dikutip oleh Andre Hardjana dalam Audit Komunikasi  menyimpulkan pemikirannya tentang peri kehidupan organisasi:  dalam teori organisasi yang tuntas lagi menyeluruh, komunikasi pasti menduduki tempat sentral,karena struktur,keluasan jangkauan, dan ruang lingkupnya hampir sepenuhnya ditentukan oleh teknik-teknik komunikasi......Bahkan sesungguhnya spesialisasi dalam organisasi muncul dan terpelihara karena tuntutan komunikasi .Dalam manajemen organisasi, komunikasi diletakkan dalam bagian yang diberi nama Public Relation atau Hubungan Masyarakat(Humas). Humas merupakan bagian integral dari suatu organisasi. Meski keberadaan Humas atau Public Relation di Rumah Sakit-Rumah Sakit di Indonesia masih relatif baru, namun bagian Humas sangat memegang peranan penting dari keberadaan organisasi Rumah –Sakit.


Sumber : academia.edu

Tari Salsa, Olahraga yang Menyenangkan dan Menyehatkan

Liputan6.com, New York: Bagi sebagian besar orang olahraga adalah kegiatan membosankan dan membuat tubuh lelah. Ada cara lain untuk membuat kegiatan berolahraga menjadi menyenangkan. Tari salsa contohnya. Tarian yang berasal dari Amerika Latin ini tidak hanya menyenangkan. Ia juga dapat membantu para wanita untuk menurunkan berat badan ataupun menjaga bentuk tubuh.

Salsa juga dapat membakar kalori hingga 340 kalori. Jumlah tersebut lebih besar ketimbang melakukan olahraga renang ataupun berlari. Salsa tidak hanya menjanjikan kesehatan tubuh. Gerakan-gerakan menyenangkan dalam tarian Salsa juga dapat membangkitkan mood dan meningkatkan ketajaman memori.

"Salsa akan membuat otak juga tubuh anda tetap fit dan awet muda. Selama bertahun-tahun orang-orang menilai olahraga sebagi aktivitas yang perlu dilakukan hanya untuk menjaga kesehatan. Ini akan menjadi kegiatan menyenangkan jika kita bersama-sama menari Salsa untuk berolahraga," kata pelatih kebugaran profesional asal Amerika Serikat, Nohelia Siddons.(Shine/ADO)
Sumber : kesehatan, liputan 6